Mentari tak lagi tertawa
Burung tak juga bebas lepas
Angin berhembus ikuti alunan debu
Ingin jiwa memecah, berlari menjauh
Benciku pada semua!
Dusta lagi melarang
Tidak! Jeritku terpendam
Biar! Amarah menjawab
Sudah! Isakku tertatih
Mencoba pahami abu rantai
Membiarkan waktu menyanggah
Harapku....
Jumat, 26 Oktober 2012
Minggu, 21 Oktober 2012
Derai Sunyi
Langit mengepung dinginnya malam
Temaram mendekap dalam kesunyian
Seutas memori mengusik benak
Bertemani
rembulan dalam kesendirian
Memperlihatkan cerita yang usang
Membawaku pada dermaga lalu
Diam balasku
Sesal jeritku
Inginku mengembalikkan semua
Namun waktu tak membiarkan
Keheningan masih menyelimuti
Kesunyian seolah tak ingin pergi
Gundah, berkecamuk pada ilusi
Angin seolah menertawakan
Setitik air jatuh dari pelupuk
Membasahi kehampaan hati
Hanya engkau Tuhan
Tempatku mengadu
Garudaku
Di ufuk timur fajar
menyingsing
Membangkitkan
semangat yang tak pernah pupus
Bertemani bambu
runcing dalam asa
‘Tuk meraih cita
bersama
Dalam ambisi tak
gentar hadapi lawan
Menggelorakan
semangat di setiap penjuru
Demi
Ibu Pertiwi engkau berjuang
Hingga
titik darah penghabisan
Asamu
terwujud sudah
Semangat
juangmu terukir dalam jiwa
Putra-putri
bangsa
Dengan
do’a yang dipanjatkan
Kusematkan
terima kasih di pusaramu
Bisikan Rindu
Fajar masih menyelimuti mimpi
Embun belum menghilang
Suara surau menggelitik kesunyian
Bersama tekad kau menembus segalanya
Mencari harap yang
belum sirna
Telusuri fatamorgana
yang tak berujung
Menggapai mimpi di
ujung sana
Raut wajahmu
pancarkan ketulusan
Usia meninggi
lukiskan perjuangan
Diri, gelombang tak
kau hiraukan
Pergi menjauh
melalang buana
Mengepak sayap di
udara
Jelajahi benua
arungi samudera
Di gubuk reyot kami
menunggumu
Bersama setitik
harap
‘Tuk kembali ke
dermaga lalu
Diam
Angin temani diamku
Sesak menimbun penuh
Secarik kertas membawaku pada cerita lalu
Benci, sesal, gundah membiarkanku
Sebaris semut menertawakan dari jauh
Inginku berteriak pada kehampaan
Berlari menjauh dari keheningan
Namun dusta melarang
Angin pun menjawab
Harapnya, kesunyian tak lagi mengenalnya
Memori usang...
Sesak menimbun penuh
Secarik kertas membawaku pada cerita lalu
Benci, sesal, gundah membiarkanku
Sebaris semut menertawakan dari jauh
Inginku berteriak pada kehampaan
Berlari menjauh dari keheningan
Namun dusta melarang
Angin pun menjawab
Harapnya, kesunyian tak lagi mengenalnya
Memori usang...
Suara Hati
Bagaikan banjir gulung
gemulung
Bagai topan seruh menderuh
Demikian rasa, datang
semasa
Mengusik memecah kehampaan
Hening seketika berubah
Seolah membaca segala
Demikian rasa, datang
semasa
Mengalir, menimbun,
mendesak, mengepung
Memenuhi sukma dalam
kesendirian
Ingin dusta nurani melarang
Berlari membisu angin menertawakan
Gundah menerjang bak ombak
Membawa segala pada sebuah
dermaga
Kata pun tak dapat mewakilkan
Pelangi belum cukup melukiskan
Segala asa di hati
Langganan:
Postingan (Atom)