Jumat, 26 Agustus 2011

Memories of BOHLAM

Berantem di kelas. Ana vs Azzis. wkwk...(Ana the winner)


Lagi istirahat. #narsis
Lydia, Irfan, Zaki, Azzis (dari kiri ke kanan)


Belajar di kelas. #anakrajin. (lagi insaf)


Di Lab bahasa inggris. Fadli-Robi???
(dari kanan ke kiri)


KOTU
Anggi, Dewi, Dwi, Dinda, Yelvi
(dari kiri ke kenan)


Di rumah bu Erna, jenguk ade bayi yang baru lahir



Preparation for the separation




Farewell in TMII


 
Sambutan bu Erna (guru TIK- walas BOHLAM)


Sambutan bu Rahma (guru biologi) 


Acara King and Queen




Museum Transportasi



Foto terakhir bersama BOHLAM
WE ARE THE BOHLAM
BOHLAM ALWAYS TOGETHER

Minggu, 21 Agustus 2011

Gratis Sepanjang Masa

Suatu sore, seorang anak menghampiri ibunya di dapur Ia menyerahkan selembar kertas yang telah ditulisinya Setelah sang ibu mengeringkan tangannya dengan celemek Ia pun membaca tulisan itu dan inilah isinya:
  • Untuk memotong rumput 2000 Rupiah
  • Untuk membersihkan kamar tidur minggu ini 1000 Rupiah
  • Untuk pergi ke toko disuruh ibu 500 Rupiah
  • Untuk menjaga adik waktu ibu belanja 1500 Rupiah
  • Untuk membuang sampah 500 Rupiah
  • Untuk nilai yang bagus 5000 Rupiah
  • Untuk membersihkan dan menyapu halaman 2000 Rupiah
  • Jadi jumlah utang ibu adalah 12.000 Rupiah

Sang ibu memandangi anaknya dengan penuh harap Berbagai kenangan terlintas dalam benak sang ibu Lalu ia mengambil pulpen, membalikkan kertasnya Dan inilah yang ia tuliskan:
  • Untuk sembilan bulan ibu mengandung kamu, gratis
  • Untuk semua malam ibu menemani kamu, gratis
  • Mengobati kamu dan mendoakan kamu, gratis
  • Untuk semua saat susah dan air mata dalam mengurus kamu, gratis
  • Untuk semua mainan, makanan, dan baju, gratis
  • Kalau dijumlahkan semua, harga cinta ibu adalah gratis
  • Anakku… dan kalau kamu menjumlahkan semuanya apa yang telah ibu lakukan, akan kau dapati bahwa harga cinta ibu adalah GRATIS
Seusai membaca apa yang ditulis ibunya Sang anak pun berlinang air mata dan menatap wajah ibunya Dan berkata: “Bu, aku sayang sekali sama ibu” Kemudian ia mengambil pulpen Dan menulis sebuah kata dengan huruf-huruf besar: “LUNAS”.

Kisah Ibu Bermata Satu


Ibuku hanya memiliki satu mata. Aku membencinya? dia sungguh membuatku menjadi sangat memalukan.
 Untuk menopang keluarga dia bekerja memasak buat para murid dan guru di sekolah. Pada suatu ketika aku duduk di sekolah dasar, ibuku datang. Aku sungguh dipermalukan. Benar-benar dipermalukan. Bagaimana bisa ia tega melakukan ini padaku?
Aku membuang muka dan berlari meninggalkannya saat bertemu dengannya.
Keesokan harinya di sekolah? Apa yang terjadi? Apa ?
“Ibumu bermata satu?!?!” ejek seorang teman ku..

 Akupun berharap ibuku segera lenyap dari muka bumi ini.
Kemudian aku berkata pada ibuku? “Ma? kenapa engkau hanya memiliki satu mata? Kalau engkau hanya ingin aku menjadi bahan ejekan orang-orang , kenapa engkau tidak segera mati saja?? “


Ibuku diam tak bereaksi.
Aku merasa tidak enak, namun disaat yang sama, aku rasa, aku harus mengatakan apa yang ingin aku katakan selama ini? Mungkin ini karena ibuku tidak pernah menghukumku, akan tetapi aku tidak berfikir kalau aku telah sangat melukai perasaannya.
Malam itu, aku terjaga dan bangun menuju ke dapur untuk mengambil segelas air minum.
Ibuku sedang menangis disana menangis dengan terisak-isak, mungkin karena khawatir akan membangunkanku. Sesaat kutatap ia, dan kemudian ku pergi meninggalkannya.
Setelah aku mengatakan perasaanku sebelumnya padanya, aku merasa tidak enak dan tertekan. Walau demikian, AKU BENCI IBUKU yang menangis dengan satu mata. Jadi aku bertekad untuk menjadi dewasa dan menjadi orang sukses . Kemudian aku belajar dengan sungguh- sungguh, dengan sungguh-sungguh, ingga akhirnya aku mendapat kan beasiswa. Aku tinggalkan ibuku dan  tetap melanjutkan studiku ke Singapore. Kemudian aku menikah dan mempunyai anak-anak yang lucu dan pintar. Aku juga membeli rumah yang mewah dengan  hasil jerih payahku sendiri.  Sekarang aku hidup dengan bahagia, sebagai seorang yang sukses dan kaya raya. Aku menyukai tempat tinggal ini karena tempat ini dapat membantuku melupakan ibuku.

Pada suatu hari ada seorang perempuan dengan pakaian yang kusuh, kummel dan dekil.  Apa ?! Siapa ini?!
Ini adalah ibuku? Masih dengan mata satunya. Aku merasa seolah-olah langit runtuh menimpaku. Bahkan anak-anakku lari ketakutan melihat ibuku yang bermata satu. Kemudian aku bertanya padanya. “Siapa kamu? Aku tidak mengenalmu “. Aku memakinya, dengan berkata  “Berani sekali kamu datang ke rumahku dan menakut-nakuti anak-anakku! KELUAR DARI SINI! SEKARANG JUGA!!!!!!

Ibuku hanya menjawab? “Oh, maafkan aku. Mungkin aku salah alamat.”
Kemudian ia berlalu dan hilang dari pandanganku.
Oh syukurlah? Dia tidak mengenaliku. Aku agak lega. Kukatakan pada diriku kalau aku tidak akan khawatir atau akan memikirkannya lagi. Dan akupun menjadi merasa lebih lega?

Suatu hari, ada sebuah undangan reuni sekolah yang dikirim ke alamat rumahku di Singapore. Aku pun  berbohong pada istriku bahwa aku akan melakukan perjalanan dinas. Setelah menghadiri reuni sekolah, aku mengunjungi sebuah gubuk tua,yang dulu merupakan rumahku. Aku penasaran karena rumah tersebut sepi, seperti tidak ada orang. Aku terus penasaran, hingga akhirnya aku masuk ke dalam rumah itu, gubuk tua. Ternyata benar dugaan ku, di dalam rumah itu tidak ada orang, aku pun melihat kesana- kemari, tetapi tetap tidak ada orang, ternyata ibuku telah meninggal. Di sana, aku melihat sebuah surat yang tergeletak di atas meja. Sebuah surat untukku. Yang berisi…… “Anakku… Aku rasa hidupku sudah cukup kini Dan, aku tidak akan pergi ke Singapore lagi. Tapi apakah ini terlalu berlebihan bila aku mengharapkan engkau yang datang mengunjungiku sekali-kali? Aku sungguh sangat merindukanmu wahai anakku.. Aku sangat gembira sekali ketika kudengar bahwa engkau datang pada reuni sekolah . Tapi aku memutuskan untuk tidak pergi ke sekolahan. Demi engkau, demi engkau anakku…
Aku sangat menyesal karna aku hanya memiliki satu mata, dan aku telah sangat memalukan dirimu.
Kau tahu anakku???,

Ketika engkau masih kecil, engkau mengalami kecelakaan, dan kehilangan salah satu matamu. Sebagai seorang ibu, aku tidak bisa tinggal diam melihat engkau akan tumbuh besar dengan hanya memiliki satu mata. Jadi kuberikan salah satu mataku untukmu..
Aku sangat bangga pada dirimu yang telah dapat melihat sebuah dunia yang baru untukku, di tempatku, dengan mata tersebut. Aku tidak pernah merasa marah dengan apa yang pernah kau lakukan padaku. Beberapa kali engkau memarahiku, mencaci ku aku tidak marah…
Aku berkata pada diriku, mungkin ini karena ia mencintaiku. “


Aku pun menangis, sekeras- kerasnya, aku malu pada diriku sendiri, aku sangat berdosa pada ibuku,
Maafkan aku ibu yang telah memarahimu, mencaci makimu…..Tapi, ini semua telah terlambat….terlambat….ibu, ibuku telah pergi untuk selama- lamanya….Maafkan aku ibu… maaf…

Teman-temanku…Ini semua menceritakan bahwa kebaikan yang telahkita nikmati selama ini adalah berkat seseorang, entah secara langsung maupun tidak lansung
Berterima kasihlah akan apa yang kamu miliki saat ini dibandingkan dengan jutaan orang yang tidak memiliki kehidupan seperti yang engkau peroleh saat ini ! Bawalah (selalu) ibumu dalam doa di mana saja engkau berada ! 

Sabtu, 20 Agustus 2011

SENJA

Siang telah berlalu
Teriknya pun telah terganti
Berganti dengan semilir angin yang menyapa
Menghampiriku dengan tenang
Dan membelaiku dengan lembut
Daun yang menari-nari
Burung-burung yang mulai kembali ke peraduannnya
Dan awan yang berjalan beriringan
Menambah ketenangan yang ada
Ku rasakan kesejukan ini
Kesejukan yang hampir hilang dariku
Perlahan ia berikan seyuman manis
Sebagai tanda perpisahan
Berlalu...
Dan tenggelam di ufuk sana

AYAH

Dalam temaram cahaya
Dalam heningnya suasana

Dalam dinginnya pagi

Kau menembus segalanya

Demi tanggung jawabmu

Tuk mencari nafkah

Demi sesuap nasi

Beragam karakter telah kau hadapi

Beribu wajah telah kau temui

Terik matahari yang menguras tenaga

Derasnya hujan yang membasahi tubuh

Tak juga kau hiraukan

Lagi, demi aku, anakmu

Waktu terus bergulir

Usiamu kini bertambah

Tenagamu tak sekuat dulu

Nafasmu kadang tak berirama

Namun, kegigihanmu tak pernah pudar

Walau kerasnya hidup semakin sarat

Tetap kau lalui, dengan sabar

Ayah...

Terima kasih

Atas semua kesabaranmu, perjuanganmu

Dan...

Atas semua  pengorbananmu

Kamis, 11 Agustus 2011

KETIKA

Ketika tangan tak lagi menegadah
Segalanya terasa sukar
Ketika air mata tak lagi berlinang
AsmaMu tak lagi terucap
Ketika nurani telah menduakan
Tak ada lagi rasa cinta
Ketika akal telah melupakan
Jiwa ini telah jauh dariMu
Dan...
Ketika hawa nafsu tak lagi tertahan
Sungguh...
Hati ini benar-benar telah terjerumus
dalam lembah kenistaan