Kamis, 20 Februari 2014

Amoradoloza Pratavartitha (Aloza)

Amoradoloza Pratavartitha......

Aloza.......

Ini adalah nama dari sekelompok manusia yang tergabung dalam ruang kecil bernama 110. Kami menyebutnya sebagai keluarga kedua, namun mereka di luar sana menyebutnya dengan OSIS - MPK SMA Negeri 12 Jakarta Masa Bakti 2012 - 2013. Kami adalah sekelompok orang yang dipilih oleh warga sekolah dengan 1 visi, menyalurkan aspirasi warga sekolah. Kami berasal dari suku, agama, budaya, dan latar belakang yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.

Sebulan, dua bulan, tiga bulan, enam bulan, satu tahun. Akhirnya sampailah kami semua ber 61 di penghujung pengabdian kami pada sekolah yang berukuran tidak lebih besar dari sekolah-sekolah menengah atas lainnya. Sampailah kami disatu tahunnya kami mengabdi. Sampailah kami pada suatu titik yang kami sebut sebagai 'perpisahan'. Namun, sekali lagi, kami menyakini bahwa perpisahan ini bukanlah akhir dari semuanya, melainkan sebagai titik awal dalam meraih kesuksesan kami masing-masing.

Ya, kami berpisah. Berpisah tepat di tanggal 1 Oktober 2013. Perpisahan adalah hal yang paling di benci hampir dari seluruh umat manusia, termasuk kami, termasuk gue. Gue benci banget sama kejadian tanggal 1 Oktober itu. Tanggal yang mengharuskan gue - seseorang yang amat sangat mendambakan sosok kakak - untuk melepas mereka. Membiarkan mereka meraih apa yang mereka cita-citakan. Membiarkan mereka untuk enggak lagi masuk ke ruang kecil  yang kami sebut 110, ruang osis tercinta. Mungkin ini adalah hal yang gak wajar, lebay, bahkan menjijikan bagi sebagian orang di luar sana yang sama sekali memandang ruang kecil itu tak bermakna. Tapi sekali lagi, ruang kecil itu, 110, telah memberikan begitu banyak kenangan buat kami, 12'13, Aloza.

110 udah begitu banyak memberikan suka, duka, tawa, air mata, kebisuan, kesunyian, dan semua yang gak pernah gue temuin di tempat lain. 110 adalah rumah kedua untuk kami. Tempat di mana kami dapat mengekspresikan semuanya, bebas, lepas. Tempat di mana kami dapat saling lebih mengenal antara satu dengan yang lainnya Tempat yang selalu sumpek, pengap, sempit, tapi selalu dirindukan oleh kami, Aloza. Di 110 pula lah gue bisa manggil 'kakak' dan menjadi adik untuk pertama kalinya. Walaupun kami gada hubungan darah, tapi percayalah, gue bener-bener bangga, seneng, puas bisa manggil mereka dengan sebutan, kakak. Saat di mana sosok mereka mampu ngedobrak semangat gue, ngebangkitin gairah gue untuk terus berkarya di 110. Ya, semuanya berawal dari sini, 110.......

Kami saling mengerti satu sama lain. Kami saling melindungi. Kami bekerja dan mengabdi atas dasar kekeluargaan dan profesionalitas. Gue bener-bener bebas untuk menjadi adik. Gue bebas manggil mereka kakak di 110 dan di mana pun. Gue jadi adik! Ya, adik. Ketika orang lain di luar sana saling ngejudge satu sama lain, cuma kita yang masih bisa nyemangatin satu sama lain. Walaupun beberapa dari mereka masih ada yang berperilaku tidak sopan, tapi gue bener-bener kangen sosok kakak yang gue temuin di diri mereka.

Swadaya, proposal, lpj, denda, caci maki, kebohongan, ketawa bareng, nangis bareng, deadline di mana-mana, marah satu sama lain, sindir-sindiran, ketulusan, pengorbanan........itu adalah hal yang udah gue lewatin 1 tahun bersama kakak-kakak 12'13.

Teruntuk Amoradoloza Pratavartitha,
Terima kasih untuk semuanya. Terima kasih, 110. Terima kasih, Aloza{}

Salam rock and roll dari Angbid 1 OSIS

Kamis, 13 Februari 2014

Aku Ingin Kembali, Tuhan

Malam pun kembali. Penghuni langit tampak begitu ceria menemani angin yang kini semakin merasuki tulang. Kesejukan begitu terasa. Tenang. Sunyi. Aku merasakannya begitu dalam. Lama. Lama sekali aku terpaku pada keheningan. Pada setiap hembusan napas yang....yang tak pernah aku syukuri pada Sang Pencipta tubuh dan raga ini. Ah, Tuhan.....

Malam semakin larut. Penghuni langit pun semakin lama semakin menjauh dan hilang. Jarum jam di pojok ruangan kecil ini pun terus berputar bersama pikiranku yang semakin jauh melayang. Aku terdiam lama memandangi semua foto-foto, dari laptopku, yang sedari tadi terus menyala. Aku tersenyum tipis saat melihat foto-foto itu. Foto-foto yang penuh arti, bisikku lirih. Aku kembali membisu. Kumainkan kembali kursor untuk mengganti foto demi foto yang telah lama kusimpan dalam memori laptopku. Tanpa terasa butiran-butiran kecil itu mengalir dari ujung mataku. Mengalir perlahan demi perlahan.

Tuhan.......

Aku merindukan mereka. Aku merindukan diriku yang dulu. Aku merindukan sosok sahabat-sahabatku yang dulu. Aku merindukan suasana ketika aku mampu tertawa lepas tanpa beban. Aku merindukan sosok guru-guru hebat yang tak pernah lelah mengajariku hingga aku mengerti. Aku merindukan saat-saat dimana aku dapat bermanja-manja dengan kedua orang tuaku. Sungguh, Tuhan. Aku juga merindukan saat aku mampu mengukir begitu banyak prestasi di sekolahku. Saat dimana aku mampu membuktikan bahwa aku bisa melakukan yang terbaik untuk diriku sendiri. Saat aku mampu berdiri di depan semua orang dengan prestasi yang telah aku raih. Saat aku membuktikan itu semua kepada kedua orang tuaku. Ya, aku merindukan semua itu, Tuhan. Aku.........Aku.........Ah, Tuhan....Kenapa Kau membiarkan waktu bergulir begitu cepat. Kenapa Kau membiarkan aku terjebak dalam semua kenangan ini. Kenapa, Tuhan?

Aku ingin kembali, Tuhan.....

Aku ingin menjadi anak kecil yang mampu bermain tanpa henti. Tertawa lepas tanpa beban. Bermanja berlama-lama dengan malaikat terhebat yang aku miliki. Belajar tanpa henti bersama guru-guru hebat yang kutemui. Mengukir berjuta prestasi semampu yang aku bisa. Aku ingin sahabat-sahabatku kembali. Aku ingin aku dan mereka dapat bersenda gurau kembali seperti dulu, sebelum waktu merubah segalanya. Sebelum aku menjadi sosok yang tak lagi ku kenal. Sebelum aku benar-benar harus berpisah bersama sahabat-sahabatku. Sebelum deadline-deadline itu datang tanpa henti. Sebelum aku mengeti arti hidup. Sebelum aku mengerti arti pengorbanan. Sebelum aku mengerti bahwa perpisahan adalah pasti. Sebelum........Sebelum.........Sebelum.........

Aku ingin kembali, Tuhan.......

Tangisku semakin kencang. Memecah kesunyian yang sedari tadi menyelimuti ruangan kecil bercat hijau ini. Jarum jam terus berputar dan berputar. Seolah membiarkanku terjebak dalam semua kenangan masa laluku. Aku merindukan itu semua! Semua. Ya, semuanya.

Ah, Tuhan......

Aku ingin kembali......

Sedetik kemudian ku ambil handphone yang tergeletak di atas kasur. Ku tekan beberapa tombol yang dapat menghubungiku dengan seseorang yang mungkin masih terjaga di sana. Kukirimkan pesan singkat ke nomor yang ku tuju. Lama aku menunggu balasan. Kembali aku mainkan kursor. Melihat-lihat setiap foto yang kusimpan. Selang kemudian handphoneku berbunyi. Tanda pesan masuk. Ah, ternyata dia masih terjaga, pikirku kemudian. Lalu segera ku baca balasannya. Dan........cukup lama aku terpaku memandangi setiap kata yang dikirimnya. Memahami bahwa aku benar-benar mengerti apa yang dimaksud olehnya. Mengerti bahwa memang waktu benar-benar telah merubah segalanya.....

"Hidup enggak selalu ada di atas. Kadang kita juga harus ada di bawah. Dan setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Lo cuma harus jadi diri lo sendiri. Jangan terus terjebak di masa lalu. Liat masa depan. Masih banyak yang harus lo perbuat. Move on!"

Tanpa ku sadari secercah harapan kembali muncul. Be the best as you can!, ucapku lirih.